Sebuah catatan perjalanan mengasuh anak seorang ibu dengan dua anak, Sarah dan Shabira..
Minggu, 28 Agustus 2016
Sertifikat ASI S2 Sarah
Jumat, 19 Agustus 2016
Enam Bulan Shabira
Alhamdulillah bulan lalu ade Shabira sudah berusia enam bulan dan sehat. Karna usianya sudah enam bulan artinya ade sudah boleh makan MPASI. Walaupun MPASI nya agak telat dua mingguan karna blender bunda rusak dan harus diservis dulu, tapi gpp ya de.. selama masih mimi ASI bunda ga khawatir. Alhamdulillah ade selalu mimi langsung dari bunda tanpa perantara botol susu atau sendok. Selama enam bulan ini bunda belum pernah merah ASI untuk ade. Artinya dimana ada bunda disitu juga ade. Dibawa-bawa kemana aja bunda pergi. Bunda kasih buah-buahan untuk MPASI ade. Apel, pisang, jeruk, pepaya, mangga, melon. Sekarang sudah mulai doyan dan tau gimana cara nelen makanan dari sendok ya de.
Di usia enam bulan ini ade sudah bisa duduk, tapi didudukin bunda. Duduknya masih belum seimbang. Mulai tengkurep di usia tiga bulan. Terus sekarang sudah lancar bolak-balik tengkurep telentang. Senengnya ngambil semua benda yang ada di dekatnya, tapi ga dimasukin ke mulut. Kakak kalau bangun tidur terus lihat ade senyumnya langsung mengembang.
Di usia enam bulan ini ade sudah bisa duduk, tapi didudukin bunda. Duduknya masih belum seimbang. Mulai tengkurep di usia tiga bulan. Terus sekarang sudah lancar bolak-balik tengkurep telentang. Senengnya ngambil semua benda yang ada di dekatnya, tapi ga dimasukin ke mulut. Kakak kalau bangun tidur terus lihat ade senyumnya langsung mengembang.
Minggu, 14 Agustus 2016
Sabar Meminta Maaf
Ya Rabb.. anak-anak hanyalah anak-anak. Bagaimana mungkin saya sering tidak sabar menghadapi mereka. Ketika kakak menangis merajuk dan tidak bisa didiamkan, ketika ia sengaja memukul adiknya, ketika saya mengajar lalu ia menangis tak tau sebabnya.. dan lainnya.. saya menyesal sudah marah kepadanya. Harusnya saya bisa lebih sabar menghadapi kakak Sarah yang ketika dalam kondisi normal begitu cerianya. Walaupun dalam amarah itu tak ada bentakan atau suara keras tetapi tetap saja saya marah. Dan ketika saya marah saya memilih untuk menjauh darinya. Saya sering bilang "Sarah anak yang sabar".. tapi saya sendiri bukan orangtua yang sabar. Bagaimana mungkin saya meminta kakak menjadi anak yang sabar? Ketika marah sudah dilepaskan, maka cuma ada penyesalan. Mengakui kesalahan karna saya marah dan meminta maaf kepada kakak setelahnya. Cuma itu yang bisa saya lakukan untuk mengobati penyesalan saya.
Mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada anak menjadi hal yang mulai saya biasakan. Entah hari itu saya marah kepada anak atau tidak, sebelum tidur saya meminta maaf kepada kakak dan adik. Kadang saya bertanya kepada kakak "kakak marah ga sama bunda hari ini?" lalu ia jawab dengan polosnya "marah". "Kenapa marah?" tanya saya lagi. Lalu ia jawab "iya ngambek Sarahnya, nangis". Saya cuma tersenyum mendengar jawabannya. Ia belum paham kata 'kenapa'. Belum paham hukum sebab akbat. Sehingga kalau ada pertanyaan 'kenapa?' ia belum paham bagaimana menjawab dengan tepat. Tapi sejauh ini kemampuan komunikasinya sangat bagus. Ia bisa menceritakan dengan bahasanya sendiri apa yang lihat dan alami. Bunda bangga padamu nak.
Ya Allah.. betapa dzolimnya diri ini. Maafkan bunda ya nak.. Semoga Allah memberikan lebih banyak kesabaran untuk bunda membersamai anak-anak bunda, persembahan terbaik untuk Allah.
Langganan:
Postingan (Atom)