Minggu, 14 Agustus 2016

Sabar Meminta Maaf

Sabar.. kata ini yang sering kali ada dalam doa-doa saya ketika bermunajat kepada Allah di sepertiga malam. Betapa sabar ini adalah sesuatu yang tidak mudah untuk saya, terutama ketika membersamai anak-anak. Banyak hal yang membuat saya sering kehilangan kesabaran dalam menghadapi anak-anak, terutama kepada kakak yang hari ini sudah berusia dua tahun tujuh bulan. Sarah anak yang ceria. Senang sekali melihatnya ketika sedang ceria-cerianya. Melompat-lompat kesana kemari sambil tertawa mencari perhatian saya dan adiknya. Sering sengaja mengajak saya bercanda ketika akan mandi. Ia akan sengaja berlari ketika saya akan melepas bajunya atau memakaikan bajunya setelah mandi, dengan harapan saya akan mengejarnya lalu kami akan tertawa-tawa ketika saya berhasil menangkapnya. Bahkan tak jarang saya memainkan jari-jemari di tubuhnya, menggelitiknya hingga ia kelelahan. Sementara ade Shabira yang berusia tujuh bulan hanya melihat kami saja, belum paham apa yang saya dan kakaknya lakukan. Mungkin ketika besar nanti kami akan saling gelitik bertiga. Tahu tidak? Ketika saya menulis bagian bercanda dengan kakak, bibir saya tiba-tiba saja mengembang tersenyum-senyum sendiri mengingat keseharian saya bersama kakak. Padahal ketika memandikan anak-anak di pagi hari harus cepat karna saya harus ngajar TK jam setengah delapan. Untunglah TK-nya ada di rumah, kalau bukan di rumah mana bisa saya berlama-lama memandikan anak-anak. Tiba-tiba di bagian ini saya bersyukur sekali bahwa saya adalah seorang ibu rumah tangga yang hanya bekerja di rumah, sehingga punya lebih banyak waktu bermain dan bercanda dengan anak-anak.

Ya Rabb.. anak-anak hanyalah anak-anak. Bagaimana mungkin saya sering tidak sabar menghadapi mereka. Ketika kakak menangis merajuk dan tidak bisa didiamkan, ketika ia sengaja memukul adiknya, ketika saya mengajar lalu ia menangis tak tau sebabnya.. dan lainnya.. saya menyesal sudah marah kepadanya. Harusnya saya bisa lebih sabar menghadapi kakak Sarah yang ketika dalam kondisi normal begitu cerianya. Walaupun dalam amarah itu tak ada bentakan atau suara keras tetapi tetap saja saya marah. Dan ketika saya marah saya memilih untuk menjauh darinya. Saya sering bilang "Sarah anak yang sabar".. tapi saya sendiri bukan orangtua yang sabar. Bagaimana mungkin saya meminta kakak menjadi anak yang sabar? Ketika marah sudah dilepaskan, maka cuma ada penyesalan. Mengakui kesalahan karna saya marah dan meminta maaf kepada kakak setelahnya. Cuma itu yang bisa saya lakukan untuk mengobati penyesalan saya.

Mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada anak menjadi hal yang mulai saya biasakan. Entah hari itu saya marah kepada anak atau tidak, sebelum tidur saya meminta maaf kepada kakak dan adik. Kadang saya bertanya kepada kakak "kakak marah ga sama bunda hari ini?" lalu ia jawab dengan polosnya "marah". "Kenapa marah?" tanya saya lagi. Lalu ia jawab "iya ngambek Sarahnya, nangis". Saya cuma tersenyum mendengar jawabannya. Ia belum paham kata 'kenapa'. Belum paham hukum sebab akbat. Sehingga kalau ada pertanyaan 'kenapa?' ia belum paham bagaimana menjawab dengan tepat. Tapi sejauh ini kemampuan komunikasinya sangat bagus. Ia bisa menceritakan dengan bahasanya sendiri apa yang lihat dan alami. Bunda bangga padamu nak.

Ya Allah.. betapa dzolimnya diri ini. Maafkan bunda ya nak.. Semoga Allah memberikan lebih banyak kesabaran untuk bunda membersamai anak-anak bunda, persembahan terbaik untuk Allah.

Tidak ada komentar: