Jumat, 29 Desember 2017

Kalau Aku Menikah nanti Allah senang?

"Allah senang ya kalo nanti aku menikah?"

Pertanyaan polos belum waktunya dari gadis kecil yang belum genap berusia 4 tahun. Kakak Sarah paham bahwa dulu ayah dan bundanya menikah sebelum bunda melahirkan ia dan adiknya. Saya memang menceritakan perihal menikahnya saya dengan ayahnya ketika ia melihat foto pernikahan saya dengan ayahnya tergeletak di lantai bersandar di dinding kamar rumah orangtua saya dengan bingkai foto yang dimakan rayap. Beberapa kali pula saya

menjelaskan sekilas tentang pernikahan ketika kami kebetulan bersama-sama menghadiri undangan pernikahan. Pun ketika sepupu saya menikah. Ia paham menikah itu antara laki-laki dan perempuan.

Entah mengapa pertanyaan itu muncul begitu saja. Membayangkan anak kecil berbicara pernikahan rasanya aneh. Untunglah pertanyaannya masih dalam bingkai keimanan.

Saya ingat ketika bertanya wajahnya penuh keingintahuan dan semangat sekali. Ia seperti paham bahwa jawaban saya pasti 'ya'. Saya katakan "Ya". Lalu ia kegirangan sambil tersenyum. Saya katakan, "Tapi Kakak menikah kalo udah dewasa, sekarang masih anak-anak. Nanti menikahnya sama laki-laki sholeh. Kakak Sarah kan sholehah, menikahnya sama laki-laki sholeh". Lalu saya tambahkan
"Rasulullah juga senang kalo kakak menikah. Kan menikah sunah Rasulullah". Ia lagi-lagi kegirangan.
"Kakak baru tau".

Dialog yang luar biasa buat saya. Membicarakan pernikahan dengan gadis kecil dalam bingkai keimanan. Saya orangtua yang tidak sempurna. Tapi ia adalah anak gadis yang sempurna yang Allah hadirkan untuk kami pelihara dari api neraka, agar mencintai Rabbnya lebih dari mencintai kami.

Ya Allah semoga apa-apa yang akan engkau lakukan, engkau lakukan karena Allah dan Rasul-Nya senang ya nak..

Depok, 29 Desember 2017
Menunggu antrian obat di rumah sakit tanpa suami, kakak Sarah dan ade Shabira.

posted from Bloggeroid