Kamis, 12 Januari 2017

Assalamu'alaikum kakak Sarah yang pemberani. Berani karna Allah.. Takut juga karena Allah..

Berikut bunda kirimkan beberapa foto liburan Kakak Sarah bersama Ade Shabira dan bunda di Sukabumi di rumah Kakak Icha. Senang lihat kakak Sarah begitu semangat mau lihat gunung dan sawah. Bunda juga senang bisa liburan di Sukabumi walaupun cuma sehari. Cuacanya yang adem, airnya yang sejuk dan dingin, pemandangan gunung dan sawah yang terhampar sepanjang perjalanan, tetangga yang ramah, keluarga kakak Icha yang baik, makanan sederhana yang dimakan bersama-sama sambil duduk di lantai semakin membuat nikmat..

Ada di satu foto, kakak Sarah sedang memegang sebuah batu. Bunda lupa sejak kapan kakak suka sekali mengumpulkan batu. Dimanapun ketika diajak pergi dan menemukan batu, kakak langsung sibuk memungut dan mengantonginya. Bunda tidak pernah melarang. Bunda pikir pasti ada yang menarik dari batu hingga kakak begitu antusias mengumpulkan batu, tak peduli kotornya tanah tempat si batu berada. Tak jarang baju dan jilbab juga menjadi kotor karna dipakai untuk mengelap tangan. Ketika kakak menangis tak terhingga, bunda bujuk dengan memberi kakak beberapa buah batu kakak langsung terdiam. Maka di surat ini bunda beri judul 'anak batu'. Dan ternyata bunda baru tahu kalau anak batu itu julukan dari Ibnu Hajar. Siapa Ibnu Hajar? Berikut bunda ambil kisah Ibnu Hajar dari
http://www.duniaislam.org/12/04/2015/kisah-ibnu-hajar-si-anak-batu-yang-menjadi-ulama-besar/
Kisah Ibnu Hajar Al Asqalani, beliau adalah seorang anak yatim, Ayahnya meninggal pada saat beliau masih berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika beliau masih balita. Di bawah asuhan kakak kandungnya, beliau tumbuh menjadi remaja yang rajin, pekerja keras dan sangat berhati-hati dalam menjalani kehidupannya serta memiliki kemandirian yang tinggi. Beliau dilahirkan pada tanggal 22 sya’ban tahun 773 Hijriyah di pinggiran sungai Nil di Mesir.

Nama asli beliau adalah Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Qabilah yang berasal dari Al-Asqalan. Namun ia lebih masyhur dengan julukan Ibn Hajar Al Asqalani. Ibnu Hajar berarti anak batu sementara Asqalani adalah nisbat kepada ‘Asqalan’, sebuah kota yang masuk dalam wilayah Palestina, dekat Ghuzzah.

Suatu ketika, saat beliau masih belajar disebuah madrasah, ia terkenal sebagai murid yang rajin, namun ia juga dikenal sebagai murid yang bodoh, selalu tertinggal jauh dari teman-temannya. Bahkan sering lupa dengan pelajaran-pelajaran yang telah di ajarkan oleh gurunya di sekolah yang membuatnya patah semangat dan frustasi.

Beliaupun memutuskan untuk pulang meninggalkan sekolahnya. Di tengah perjalanan pulang, dalam kegundahan hatinya meninggalkan sekolahnya, hujan pun turun dengan sangat lebatnya, mamaksa dirinya untuk berteduh didalam sebuah gua. Ketika berada didalam gua pandangannya tertuju pada sebuah tetesan air yang menetes sedikit demi sedikit jatuh melubangi sebuah batu, ia pun terkejut. Beliau pun berguman dalam hati, sungguh sebuah keajaiban. Melihat kejadian itu beliaupun merenung, bagaimana mungkin batu itu bisa terlubangi hanya dengan setetes air. Ia terus mengamati tetesan air itu dan mengambil sebuah kesimpulan bahwa batu itu berlubang karena tetesan air yang terus menerus. Dari peristiwa itu, seketika ia tersadar bahwa betapapun kerasnya sesuatu jika ia di asah trus menerus maka ia akan manjadi lunak. Batu yang keras saja bisa terlubangi oleh tetesan air apalagi kepala saya yang tidak menyerupai kerasnya batu. Jadi kepala saya pasti bisa menyerap segala pelajaran jika dibarengi dengan ketekunan, rajin dan sabar.

Sejak saat itu semangatnya pun kembali tumbuh lalu beliau kembali ke sekolahnya dan menemui Gurunya dan menceritakan pristiwa yang baru saja ia alami. Melihat semangat tinggi yang terpancar dijiwa beliau, gurunya pun berkenan menerimanya kembali untuk menjadi murid disekolah itu.
Sejak saat itu perubahan pun terjadi dalam diri Ibnu Hajar. Beliau manjadi murid yang tercerdas dan malampaui teman-temannya yang telah manjadi para Ulama besar dan ia pun tumbuh menjadi ulama tersohor dan memiliki banyak karangan dalam kitab-kitab yang terkenal dijaman kita sekarang ini. Di antara karya beliau yang terkenal ialah: Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari, Bulughul Marom min Adillatil Ahkam, al Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad Durarul Kaminah, Taghliqut Ta’liq, Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-lain.

Bahkan menurut muridnya, yaitu Imam asy-Syakhawi, karya beliau mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini menghitungnya, dan mendapatkan sampai 282 kitab. Kebanyakan berkaitan dengan pembahasan hadits, secara riwayat dan dirayat (kajian).

Dalam setiap kisah selalu ada hikmah. Semoga kakak dapat memetik hikmah dari kesukaan kakak kepada batu. Sesuatu yang kakak suka akan kakak ingat selamanya. Semoga kisah Ibnu Hajar ini juga menjadi pelajaran bagi ayah dan bunda dalam berusaha mewujudkan cita-cita kami, dalam mendidik anak-anak ayah dan bunda, dan dalam banyak hal di kehidupan kami.
Peluk hangat bunda untukmu selalu.

Wassalamu'alaikum.
Sabtu, 7 Januari 2017

Tukang Sayur

Ialah Dianing seorang lulusan sarjana dari UI jurusan ekonomi yang akhirnya memilih untuk menjadi seorang guru TK dhuafa. Suatu saat ketika Dianing sedang menggantikan seorang guru TPA yang cuti karna mabuk berat di usia kehamilan awalnya, salah seorang wali murid TPA yang menunggu anaknya mengaji berkata kepada walimurid TPA yang lain. "Bu Dianing itu tukang sayur ya?" Sang ibu Dianing yang kebetulan ada disana bersama si walimurid sambil menjaga cucu kesayangannya langsung menjawab dengan agak marah. Ibu Dianing menjelaskan bahwa Dianing bukan tukang sayur tapi lulusan sarjana ekonomi dari UI. Dianing hanya tersenyum ketika sang ibu menceritakan perihal kejadian itu dengan nada suara tidak suka.

Nak.. kisah diatas bukanlah fiktif. Dianing adalah bunda. Inilah bunda yang hari ini memilih hanya di rumah membersamai anak-anak bunda sambil mengajar TK dhuafa dan kadang menggantikan guru TPA dhuafa. Inilah bunda yang memilih beraktifitas di rumah mengajar dan mengurus TK dan TPA dhuafa. TK dan TPA ini bukan milik bunda, begitupun rumah yang kakak tinggali hari ini. Tapi qadarullah bunda yang diamanahkan untuk berada di rumah yang setiap hari disibukkan oleh kegiatan sekolah dan mengaji anak-anak, ibu-ibu dan bapak-bapak. Lalu apakah bunda malu ketika bunda disebut tukang sayur? Tidak. Mungkin bunda mirip tukang sayur yang dikenal si walimurid, atau penampilan bunda yang sederhana lebih mirip tukang sayur ketimbang perempuan yang sempat mengenyam bangku perkuliahan? Entahlah.. yang jelas perkataan itu sama sekali tidak melukai bunda. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat?

Nak.. tapi bunda lupa ada seorang ibu yang telah berjuang dengan sekuat tenaganya agar bunda bisa sekolah. Agar bunda bisa menjadi perempuan yang berpendidikan. Ada seorang ibu yang berjuang agar bunda kelak bisa sukses di dunia dengan pekerjaan dan karir yang bagus. Agar bunda bisa membuatnya bangga. 

Nak.. tapi sayang hari ini bunda tidak bisa membuatnya bangga. Baginya kebanggaan adalah ukuran dunia bukan akhirat. Baginya tujuan akhir dari pendidikan tinggi adalah meraih gelar yang dipergunakan untuk meraih penghasilan sebaik-baiknya. Inilah nak yang membuat bunda dan mbah uti menjadi sangat.. sangat berbeda. Bunda tidak paham seberapa marah atau kecewanya mbah uti mendengar kata 'tukang sayur' yang ditujukan untuk bunda. Sama seperti mbah uti tidak pernah paham mengapa bunda hari ini tetap dengan pendirian bahwa bunda hanya akan di rumah saja bersama anak-anak dan menanggalkan gelar sarjana bunda. Bagi mbah uti tugas mengasuh anak-anak bisa dilemparkan kepadanya atau asisten rumah tangga. Sedang bunda harus bekerja agar kehidupan bunda bersama ayah jauh lebih baik dari hari ini. Engkau tau.. Diantara tiga guru TK dhuafa di rumah kita ada salah satunya yang hanya tamat SMA. Lalu apakah kedudukan bunda dan ia jadi berbeda? Tidak. Kami mengajar dengan panggilan hati karna Allah. 

Nak.. Bunda tidak disiapkan untuk menjadi istri yang baik serta ibu yang mengasuh dan mendidik anak, tapi bunda dipersiapkan untuk jadi perempuan berkarir, bekerja dengan ulet agar memperoleh gelar 'sukses' dimatanya. 

Nak.. bunda dan mbah uti adalah perempuan-perempuan dari generasi berbeda yang dibesarkan dengan lingkungan, kondisi dan pengalaman hidup yang berbeda. Itulah yang menyebabkan mengapa sampai hari ini bunda dan mbah uti memiliki cara pandang tentang hidup yang sangat berbeda. Mbah uti adalah perempuan yang hampir tidak pernah mengenyam bangku pendidikan. Setelah menikah ada penyesalan mendalam pada dirinya karena beliau tidak bisa membelanjakan uang suami sekehendaknya. Maka sejak saat itu beliau bertekad menjadikan bunda perempuan yang memiliki finansial freedom untuk diri sendiri tanpa tergantung kepada nafkah suami. Ketahuilah nak.. bahwa pada sebahagian rizki suami ada rizki untuk istri dan anak-anaknya.

Nak.. bunda tidak merasa menjadi lebih baik dari mbah uti dengan kisah di atas. Kalau hari ini bunda mendapat hidayah dari Allah untuk menjadi perempuan yang lebih baik itu tak lain karna doa-doa mbah uti yang bunda tidak pernah tau dan mungkin juga doa-doa mbah uti yang mbah uti sendiri tidak sadar bahwa mbah uti mendoakan segala kebaikan buat bunda. Inilah kekuatan doa seorang ibu nak..
Nak.. setinggi apapun sekolahmu.. tugasmu sebagai perempuan adalah menjadi istri dan ibu. Istri yang menyenangkan hati suami, ibu yang mengasuh dan mendidik anak-anak. Jadilah perempuan-perempuan yang tangguh dengan iman yang kokoh.. karna kelak tugasmu setelah menikah akan semakin berat. Kalian akan menjadi generasi perempuan yang jauh lebih hebat dari bunda. Insya Allah..