Kamis, 12 Januari 2017

Tukang Sayur

Ialah Dianing seorang lulusan sarjana dari UI jurusan ekonomi yang akhirnya memilih untuk menjadi seorang guru TK dhuafa. Suatu saat ketika Dianing sedang menggantikan seorang guru TPA yang cuti karna mabuk berat di usia kehamilan awalnya, salah seorang wali murid TPA yang menunggu anaknya mengaji berkata kepada walimurid TPA yang lain. "Bu Dianing itu tukang sayur ya?" Sang ibu Dianing yang kebetulan ada disana bersama si walimurid sambil menjaga cucu kesayangannya langsung menjawab dengan agak marah. Ibu Dianing menjelaskan bahwa Dianing bukan tukang sayur tapi lulusan sarjana ekonomi dari UI. Dianing hanya tersenyum ketika sang ibu menceritakan perihal kejadian itu dengan nada suara tidak suka.

Nak.. kisah diatas bukanlah fiktif. Dianing adalah bunda. Inilah bunda yang hari ini memilih hanya di rumah membersamai anak-anak bunda sambil mengajar TK dhuafa dan kadang menggantikan guru TPA dhuafa. Inilah bunda yang memilih beraktifitas di rumah mengajar dan mengurus TK dan TPA dhuafa. TK dan TPA ini bukan milik bunda, begitupun rumah yang kakak tinggali hari ini. Tapi qadarullah bunda yang diamanahkan untuk berada di rumah yang setiap hari disibukkan oleh kegiatan sekolah dan mengaji anak-anak, ibu-ibu dan bapak-bapak. Lalu apakah bunda malu ketika bunda disebut tukang sayur? Tidak. Mungkin bunda mirip tukang sayur yang dikenal si walimurid, atau penampilan bunda yang sederhana lebih mirip tukang sayur ketimbang perempuan yang sempat mengenyam bangku perkuliahan? Entahlah.. yang jelas perkataan itu sama sekali tidak melukai bunda. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat?

Nak.. tapi bunda lupa ada seorang ibu yang telah berjuang dengan sekuat tenaganya agar bunda bisa sekolah. Agar bunda bisa menjadi perempuan yang berpendidikan. Ada seorang ibu yang berjuang agar bunda kelak bisa sukses di dunia dengan pekerjaan dan karir yang bagus. Agar bunda bisa membuatnya bangga. 

Nak.. tapi sayang hari ini bunda tidak bisa membuatnya bangga. Baginya kebanggaan adalah ukuran dunia bukan akhirat. Baginya tujuan akhir dari pendidikan tinggi adalah meraih gelar yang dipergunakan untuk meraih penghasilan sebaik-baiknya. Inilah nak yang membuat bunda dan mbah uti menjadi sangat.. sangat berbeda. Bunda tidak paham seberapa marah atau kecewanya mbah uti mendengar kata 'tukang sayur' yang ditujukan untuk bunda. Sama seperti mbah uti tidak pernah paham mengapa bunda hari ini tetap dengan pendirian bahwa bunda hanya akan di rumah saja bersama anak-anak dan menanggalkan gelar sarjana bunda. Bagi mbah uti tugas mengasuh anak-anak bisa dilemparkan kepadanya atau asisten rumah tangga. Sedang bunda harus bekerja agar kehidupan bunda bersama ayah jauh lebih baik dari hari ini. Engkau tau.. Diantara tiga guru TK dhuafa di rumah kita ada salah satunya yang hanya tamat SMA. Lalu apakah kedudukan bunda dan ia jadi berbeda? Tidak. Kami mengajar dengan panggilan hati karna Allah. 

Nak.. Bunda tidak disiapkan untuk menjadi istri yang baik serta ibu yang mengasuh dan mendidik anak, tapi bunda dipersiapkan untuk jadi perempuan berkarir, bekerja dengan ulet agar memperoleh gelar 'sukses' dimatanya. 

Nak.. bunda dan mbah uti adalah perempuan-perempuan dari generasi berbeda yang dibesarkan dengan lingkungan, kondisi dan pengalaman hidup yang berbeda. Itulah yang menyebabkan mengapa sampai hari ini bunda dan mbah uti memiliki cara pandang tentang hidup yang sangat berbeda. Mbah uti adalah perempuan yang hampir tidak pernah mengenyam bangku pendidikan. Setelah menikah ada penyesalan mendalam pada dirinya karena beliau tidak bisa membelanjakan uang suami sekehendaknya. Maka sejak saat itu beliau bertekad menjadikan bunda perempuan yang memiliki finansial freedom untuk diri sendiri tanpa tergantung kepada nafkah suami. Ketahuilah nak.. bahwa pada sebahagian rizki suami ada rizki untuk istri dan anak-anaknya.

Nak.. bunda tidak merasa menjadi lebih baik dari mbah uti dengan kisah di atas. Kalau hari ini bunda mendapat hidayah dari Allah untuk menjadi perempuan yang lebih baik itu tak lain karna doa-doa mbah uti yang bunda tidak pernah tau dan mungkin juga doa-doa mbah uti yang mbah uti sendiri tidak sadar bahwa mbah uti mendoakan segala kebaikan buat bunda. Inilah kekuatan doa seorang ibu nak..
Nak.. setinggi apapun sekolahmu.. tugasmu sebagai perempuan adalah menjadi istri dan ibu. Istri yang menyenangkan hati suami, ibu yang mengasuh dan mendidik anak-anak. Jadilah perempuan-perempuan yang tangguh dengan iman yang kokoh.. karna kelak tugasmu setelah menikah akan semakin berat. Kalian akan menjadi generasi perempuan yang jauh lebih hebat dari bunda. Insya Allah..

Tidak ada komentar: