Selasa, 14 Juni 2016

Surga atau Neraka?

Pernah dengar percakapan anak-anak seperti ini "ga boleh bohong lho dosa nanti masuk neraka". Rasanya itu adalah percakapan yang lumrah saya dengar pada anak-anak. Mungkin juga itu salah satu percakapan saya di masa kecil dulu bersama teman-teman sebaya. Adakah yang salah dengan percakapan tersebut? Lalu ada apa dengan percakapan tersebut?

Sejak kecil saya dan mungkin juga sebagian besar anak-anak lebih sering mendengar cerita tentang neraka. Bagaimana kalau ga mau sholat jadi dosa lalu masuk neraka, bohong juga dosa lalu masuk neraka, ngelawan orangtua dosa lalu masuk neraka. Neraka menjadi gambaran utama seorang anak muslim jika melakukan kesalahan. Lalu apakah salah? Tidak salah hanya saja kurang baik. Ustad Herfi Gulam pernah menjelaskan dalam kajian parenting masih dengan tema kurikulum pendidikan anak usia 0-6 tahun. Beliau menjelaskan bahwa baiknya orangtua menceritakan atau mengenalkan kepada anak tentang surga telebih dahulu. Ceritakan bagaimana indahnya surga, bagaimana senangnya berada di surga, bagaimana ketika Allah sayang pada hamba-Nya maka Allah akan memasukkan hamba-Nya ke surga bertemu dengan Rasulullah dan orang-orang yang sholeh. Bukan malah sebaliknya. Apalagi sampai mengancam anak jika melakukan kesalahan akan masuk neraka. Akibatnya anak akan melakukan ibadah karena takut akan neraka, bukan karena sayang pada Allah, bukan karna cinta pada Allah, bukan karna ingin masuk ke surganya Allah. Tanamkanlah kepada anak cinta Allah dan nabi-Nya sejak kecil, insya Allah anak akan melakukan ibadah semata-mata karena ingin disayang Allah. Dan itu masih menjadi pekerjaan rumah buat saya. Bagaimana mengenalkan Sarah tentang surga. Bagaimana membahasakan pada anak dua tahun tentang surga. Saya megenalkan surga dengan mengatakan di surga ada banyak susu, es krim, coklat, permen, apa saja yang Sarah mau pasti dikasih Allah.

Wahai orangtua sudahkah kita menanamkan cinta Allah dan rasul-Nya hari ini?

Minggu, 12 Juni 2016

Sehat Sebelum Sakit

Dulu setelah menikah saya suka protes sama suami karna rumah berantakan,  lantai kotor dan licin. Kebiasaan yang berbeda di rumah masing-masing masih terbawa di rumah tangga baru kami. Ketika saya bilang "lantai kotor amat ya ga disapu sehari" atau "lantai dapur licin ya bekas masak belum dipel". Suami dengan santainya bilang "engga kok bersih". Sampai suka sebel sendiri. Tapi lama-lama kebiasaan bersih di rumah kami bisa saya tularkan kepada suami. Ia malah yang suka protes kalau lantai kotor dan licin.
Ketika anak pertama kami mulai MPASI dan mulai bereksperimen dengan makanan barunya, hampir setiap hari lantai kotor bekas makanan yang Sarah tumpahkan ke lantai. Sementara suami yang bertugas mengecek lantai. Jadilah ia tiap pulang ngajar protes kepada saya karna lantai kotor dan licin. Lalu saya dengan senyum mengembang hanya bilang "kakak lagi belajar makan sendiri yah". Padahal si kakak hampir tidak menyentuh makanannya untuk dimakan sendiri melainkan dipegang, diemut, dibuang dan diawur-awur di lantai. Itu yang membuat saya bersabar-sabar karna susah-susah nyiapin MPASI malah dibuang-buang. Sementara disuapi ga mau. Hiks.. Akhirnya saya pikir ya sudahlah.. Kakak sedang belajar makan sendiri. Dan memang sebelum usianya dua tahun ia sudah bisa makan kacang ijo yang berkuah dengan baik. Paling-paling hanya tumpah sedikit sekali.
Hari ini ketika Kakak Sarah berumur dua tahun, bukan cuma makanan yang berantakan di lantai tapi juga mainan dan buku-buku. Setiap hari hampir selalu begitu. Bahkan kalau mau lewat harus hati-hati karna khawatir mainan atau buku-buku terinjak. Kakak senang sekali menyusun sesuatu, entah itu buku-buku disusun berderet, botol obat-obatan ditumpuk-tumpuk, gelas-gelas plastik, stik es krim, uang logam dan lain-lain. Tapi belum sadar untuk membereskannya. Ketika diajak membereskan malah kabur. Jadilah saya setiap hari membereskannya mainan dan buku-buku nya. Sebuah konsekuensi tidak adanya televisi di rumah kami, maka kami harus menyediakan buku-buku dan mainan atau benda-benda apa saja yang bisa dijadikan mainan.
ketika lelah dan kesal membereskan mainan dan buku-buku kakak saya cukup bersyukur saja. Karna ketika mainan berantakan, buku-buku berserakan.. Alhamdulillah anak-anak dalam keadaan sehat. Karna ketika sakit kakak biasanya hanya rewel minta digendong atau hanya tiduran saja. Wahai ibu bersyukurlah ketika rumah berantakan karna ulah anak-anak, berarti penghuni kecilnya sehat dan ceria.. Alhamdulillah..

Kamis, 09 Juni 2016

Anak Adalah Cerminan Orangtunya

Pernah mendengar slogan ini? Anak adalah cerminan orangtuanya? Jika orangtuanya baik maka baik pulalah anak-anaknya. Dan sebaliknya jika orantuanya tidak baik, tidak baik pulalah orangtuanya.

Selama tiga tahun saya mengajar TK Dhuafa di rumah, saya banyak memperhatikan murid-murid saya. Mulai dari anak-anak murid hingga orangtuanya. Apa yang saya lihat dan alami sering kali saya diskusikan dengan suami di rumah ketika makan atau sebelum tidur. Dari pengamatan saya memang terlihat jelas ada keterkaitan antara perilaku orangtua dengan perilaku anak-anak. Perilaku orangtua cenderung berbanding lurus dengan perilaku anak-anak. Orangtua yang kasar sering memarahi anak cenderung memiliki anak yang kasar pula, suka memukul dan mudah sekali bertengkar dengan teman-temannya. Dan secara umum sebaliknya. Orangtua yang mengasuh dengan lembut akan memiliki anak-anak yang lembut, tidak suka bertengkar dengan teman-temannya dan cenderung menurut kepada guru-gurunya di sekolah. Itu adalah perilaku secara umum yang saya amati. Begitu pula dengan diri saya sendiri. Selama saya hidup, saya memikirkan bagaimana pola asuh dan perilaku bapak ibu saya di rumah dengan perilaku saya. Secara garis besar saya memiliki sifat/karakter yang mirip dengan bapak ibu saya. Baik itu sifat yang baik atau sifat yang buruk. Karena setiap anak dikandung oleh ibunya selama sembilan bulan, disusui selama dua tahun dan selama hidupnya berinteraksi dengan kedua orangtuanya maka sudah sewajarnya, anak-anak akan mewarisi sifat/karakter orangutanya, terutama ibunya. Wallahua'lam..

Selasa, 07 Juni 2016

Mengajarkan Anak Cinta Ibadah

Dalam sebuah kajian yang pernah saya ikuti dengan tema kurikulum pendidikan anak usia 6-12 tahun, Ustad Herfi Gulam mengatakan bahwa orangtua harus memberi kesan baik kepada anak-anak tentang sebuah ibadah. Ibadah apapun itu. Ia memberi contoh puasa. Jangan beri kesan bahwa puasa adalah ibadah yang tidak menyenangkan karena anak harus menahan haus dan lapar sepanjang hari. Ketika anak sedang belajar puasa maka jika ia lapar atau haus tidak mengapa orangtua memberikannya minum atau makanan. Tidak perlu memaksakan kemampuan anak. Jika upaya mengalihkan perhatian anak dari haus dan lapar dengan mengajaknya main misalnya sudah dilakukan tetapi anak masih merasa haus dan lapar maka baiknya berikan apa yang anak mau.

Rasulullah pun pernah mencontohkan bagaimana memberi kesan baik tenang ibadah sholat kepada cucu kesayangannya Hasan/Husein. Ketika Rasul sedang sholat, cucu kesayangannya naik ke punggung beliau. Beliau tidak serta merta bangun dari sujudnya tapi sengaja memanjangkan sujudnya sampai cucu kesayagannya turun sendiri dari punggung beliau.

Meneladani Rasul, saya pun berusaha melakukan hal yang sama. Seringkali ketika sholat kakak naik ke punggung atau malah dengan senangnya naik ke kepala saya berlama-lama. Ia tidak paham bundanya sedang megap-megap mencari nafas. Lain lagi ceritanya ketika saya tilawah. Saya punya target tilawah tertentu dalam satu hari. Biasanya malam setelah tahajud saya tilawah beberapa lembar lalu dilanjutkan siang hari ketika bersama dengan kakak. Namun ada kalanya kakak marah ketika saya minta ijinnya untuk baca Quran. Malah ia pernah mengambil dan melempar Quran dari tangan saya. Ternyata kakak sedang ingin diperhatikan oleh bundanya ketika itu. Kalau saya baca Quran berarti saya hanya akan menunduk dan memperhatikan Quran yang saya baca, sementara kakak ingin saya bersamanya penuh. Melihatnya dan menemaninya mewarnai, membaca buku, menulis dan lainnya. Kakak hanya ingin diperhatikan bundanya. Oh.. betapa saya tidak mengerti tentang dunianya, keinginannya dan apa yang membuatnya bahagia..

Minggu, 05 Juni 2016

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Alhamdulillah dipertemukan kembali dengan bulan yang penuh rahmat.. Ramadhan..

Ya Rabb betapa nikmatnya bangun malam untuk beribadah kepada-Mu. Rindu sekali dengan bulan ini. Dimana malam-malamnya dihidupkan untuk beribadah, siang-siangnya tenang dan nyaman. Alhamdulillah ramadhan tahun ini anggota keluarga kami bertambah satu. Ayah, bunda, kakak Sarah dan Ade Shabira. Ya Rabb betapa nikmatnya.. semoga Ramadhan ini bisa kami isi dengan baik lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya.. aamiin..